Kisah Inspiratif, Mujahidah Al-Qur’an
*Kisah Inspiratif*
.:: Mujahidah Al-Qur’an ::.
Ananda Zharifah Ulfa
Santriwati Tahfizh UM kelas 3 Ulya
Kisah perjalanan Ananda Ulfah dalam menghafal Al-Qur’an adalah kisah tentang keajaiban dalam ketaatan, ketekunan, keistiqamahan, dan kepercayaan orang tua terhadap pondok. Berawal 7 tahun silam, tepatnya di bulan Juli 2014. Sang Ayah, Bapak Bahari Alkhalil memberangkatkan Ananda Ulfah ke Balikpapan, untuk menghafal Al-Qur’an di Ma’had Tahfizhul Qur’an Usrah Mujaddidah. Tanpa adanya keraguan apakah ananda akan lulus seleksi atau tidak.
Saat mengikuti tes seleksi penerimaan santri baru, ananda merupakan santri yang paling mungil karena posturnya yang kecil dan mungil. Sempat terlintas di pikiran, mampukah ia bertahan di pondok? Sosoknya terlihat begitu rapuh dan juga berasal dari daerah yang jauh, sehingga bisa diprediksi kalau ananda akan jarang sekali dijenguk oleh orang tuanya, tidak seperti santri yang lain. Namun keraguan kami terbantah, ketika ia menyampaikan pesan dari ayahnya, bahwa dia harus bertahan dan tidak akan pulang sebelum lulus nantinya.
Hasil tes seleksi, ananda ulfah termasuk santri yang masih perlu dibimbing tahsin tilawah karena tajwidnya masih kurang dan masih tertatih-tatih dalam membaca Al-Qur’an. Saat itu, di Ma’had Tahfidz kami belum ada kelas I’dad (persiapan) untuk menampung santri yang bacaan Al-Qur’annya masih kurang baik. Semua santri yang mendaftar diterima dan ditempatkan di kelas 1.
Di tahun pertama, ananda dibimbing langsung oleh salah satu Ustadzah senior, Almarhumah Ustadzah Nur Hayati. Sering kali ada cerita dari beliau, tentang ananda Ulfah kesulitan menghafal dan kerap menangis. Walaupun demikian, alhamdulillah setoran hafalan ananda berjalan cukup lancar, karena ketekunan dan ketelatenan
almarhumah dalam membimbing santriwatinya.
Setahun berlalu, ananda ulfah telah duduk di kelas 2 wustha. Saat itu, setiap halaqah bergiliran menyetor ke saya, selaku pembimbing Ma’had kala itu. Masih terekam jelas dalam ingatan, ketika ananda Ulfah menyetorkan hafalan juz 2, yang mayoritas santri kesulitan dalam juz ini karena terdapat ayat-ayat mutasyabihat (serupa tapi tidak sama). Bacaannya masih banyak salah, hafalannya tersambung ke mana-mana dan berputar-putar. Teringat nasihat yang saya sampaikan padanya kala itu,
“Nak, kalau menghafal jangan teburu-buru, baca dulu baik-baik dan perhatikan lafazhnya, jangan salah baca. Menghafal harus fokus, hafalkan sedikit-sedikit. Jika satu ayat belum lancar, jangan pindah ke ayat berikutnya. Jika satu halaman belum lancar, jangan pindah ke halaman berikutnya, begitu seterusnya. Hafalanmu ini diulang-ulang terus sampai betul-betul lancar mengalir”.
Hari-hari bergulir dan ananda ulfah semakin giat menghafal. Kerap kali kami dapati di keheningan malam, saat yang lain terlelap, ananda bangun dan menghafal dengan suara lantang melawan rasa kantuk. Apalagi jika tiba giliran mukammal (setoran 1 juz sekali duduk)
“Yaa Ulfah, limadza lam tanaami? (Ulfah, kenapa belum tidur)” tegurku suatu kali
“Laa Ustadzah, ghadan ana mukammal ma’al Ustadzah (Tidak Ustadzah, besok saya mau mukammal)”, jawabnya.
“Jayyid, istaiddi jayyidan, ijhadi wa la taksali. (baik, persiapkan dengan baik, bersungguh-sungguhlah dan jangan malas)”
Di tahun ke 3, ananda Ulfah termasuk santri yang belum bisa diwisuda dikarenakan target hafalan minimal belum tercapai. Pihak Ma’had menjelaskan kepada mereka yang belum mencapai target minimal hafalan untuk tetap bertahan di Ma’had menekuni hafalannya, dengan harapan agar mereka tetap tenang, berlapang dada, dan optimis bahwa ini adalah bagian dari perjuangan yang harus dijalani.
“Nak, menghafal Al-Qur’an itu ada yang cepat ada yang lama, jadi bertahanlah di sini. Ingat kembali niat awal kalian, bahwa kalian ingin menghafal Al-Qur’an karena Allah, bukan karena target kelas semata, begitu kalian melangkahkan kaki kalian ke pondok ini, maka pantang kalian pulang sebelum kalian dapat meraih cita-cita nan mulia ini. Kami tetap bangga dan sayang dengan santri-santri kami yang bertahan memperjuangkan hafalannya di sini”. Pesan ini yang kami sampaikan berulang kali kepada mereka.
Ketika pihak pondok menyampaikan kepada orangtua ananda Ulfah, bahwa ananda Ulfah masih di kelas 3 wustha karena belum mencapai target hafalan minimal, jawaban mereka sungguh luar biasa,
“Tidak apa-apa Ustadzah, yang penting anak kami tetap di sana. Kami sudah bilang ke Ulfah untuk bertahan, tidak naik kelas tidak masalah, yang penting dia tetap menghafal di Ma’had”.
Tidak ada nada kecewa ataupun protes dan menyalahkan pondok karena anaknya tidak naik tingkat. Kepercayaan beliau terhadap kami dan anandanya memotivasi kami semua menjadi lebih giat lagi. Terbukti saat ujian Hifzhil Qur’an semester kedua, tepat menjelang wisuda, Ananda Ulfah mampu menyetorkan semua hafalannya (15 juz). Dengan kegigihannya ananda menyetorkan hafalannya sedikit demi sedikit juz per juz (1-2 juz setiap hari).
Di detik-detik akhir setorannya, Ananda Ulfah menangis tersedu-sedu. Ketika sampai di surat An-Nas, yang tersisa hanya suara tangisnya saja. Bukan karena dia tidak hafal, akan tetapi rasa haru juga bahagia yang menyeruak di benaknya. Setoran kali ini berbeda dari yang sebelumnya, biasanya hanya bisa menyetor beberapa juz saja dan selalu tidak tuntas pada waktunya, tetapi kali ini seakan-akan dia memiliki kekuatan dan kemampuan untuk menuntaskan seluruh hafalannya tepat waktu.
Menapak jenjang Ulya, hafalan Ananda berjalan normal mencapai target 6 juz satu tahun, meskipun setiap ujian Ananda selalu menangis, jika hafalan yang mau disetor sudah mulai tersendat. Mujahadah ananda Ulfah yang luar biasa dibuktikan dengan banyaknya hafalan yang dimuroja’ah. Setiap bulan ia mampu menyetorkan ulang 8 juz hafalannya, sedangkan hafalan barunya juga mencapai target.
Meski proses menghafalnya sempat terkendala pandemi covid 19, yang mana saat itu semua santri harus pulang ke rumah masing-masing dan menyetorkan hafalan secara daring. Sinyal yang tidak stabil, membuat setoran hafalan online ananda Ulfah nyaris tidak berjalan selama di rumah. Namun bukan berarti ia berhenti menghafal dan memuroja’ah hafalannya.
Di penghujung perjalanan jenjang pendidikan di kelas 3 Ulya, dengan azzam yang kuat, kesabaran tanpa batas dan mujahadah tanpa henti, akhirnya ananda mampu menyelesaikan hafalan 30 juznya, tepat di bulan Ramadhan yang penuh kemuliaan kebaikan dan keberkahan. Allahu Akbar.
Semoga Allah memberikan kemampuan kekuatan dan keistiqamahan dalam menjaga hafalannya sehingga ananda menjadi insan yang bermanfaat untuk ummat Islam serta menggolongkan ananda dan keluarganya sebagai keluarga Allah di muka bumi dan Al-Qur’an yang ananda perjuangkan dapat menjadi syafa’at mereka di hari kiamat nanti. Amiin.
Kisah ini semoga dapat menginspirasi para penghafal dan orang tua yang lain, yang memiliki impian yang sama, bahwa dalam menghafal Al-Qur’an ini tidak bisa dengan waktu yang singkat, karena kemampuan masing-masing berbeda dengan yang lainnya, yang terpenting dalam menghafal adalah tetap bertahan dan pantang menyerah sebagai seorang pejuang.
*Ditulis oleh Ustadzah Fulanah